Narkoba Renggut 50 Nyawa, Sri Wahyuni Dorong Tiga Pilar
Narkoba Renggut 50 Nyawa per Hari, Sri Wahyuni Tekankan Pendekatan Tiga Pilar
Data terbaru Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap fakta mencengangkan: 50 orang meninggal setiap hari akibat narkoba di Indonesia atau setara 18.000 jiwa per tahun. Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sri Wahyuni, menyebut situasi ini sebagai bencana kemanusiaan tanpa suara yang harus segera ditangani secara nasional.
“Ini bukan sekadar masalah kesehatan. Ini ancaman strategis bagi masa depan bangsa, terutama di tengah harapan besar terhadap bonus demografi,” tegas Sri Wahyuni, Selasa (11/11/2025).
Generasi Muda Paling Rentan Jadi Korban
Menurut data BNN 2025, lebih dari 60 persen korban narkoba berasal dari kelompok usia produktif, terutama Milenial dan Gen Z. Mereka, ujar Sri Wahyuni, adalah tulang punggung bangsa yang justru menjadi target empuk jaringan peredaran gelap narkoba.
Ia menjelaskan bahwa banyak faktor membuat anak muda rentan, mulai dari tekanan akademik, kesepian digital, pengaruh teman sebaya, hingga minimnya edukasi yang relevan.
“Ironisnya, narkoba sintetis seperti sabu dan ekstasi kini lebih mudah diakses daripada vaksin. Penjualannya menyebar lewat jalur gelap, media online, hingga aplikasi pesan,” ujarnya prihatin.
Pendekatan Tiga Pilar: Edukasi, Penanggulangan, Rehabilitasi
Sri Wahyuni menegaskan bahwa penanganan narkoba tidak bisa dilakukan secara parsial.
Diperlukan pendekatan tiga pilar nasional yang menyeluruh:
1. Edukasi yang Menyentuh Hati Generasi Muda
Politisi Demokrat tersebut menilai, edukasi harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami anak muda.
“Ceramah ‘jangan pakai narkoba’ tidak lagi cukup. Kita harus berbicara lewat medium yang mereka sukai—TikTok, podcast, seni, dan tokoh inspiratif. Libatkan peer educator, komunitas kampus, hingga influencer muda,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran bahwa hidup bermakna jauh lebih hebat daripada sensasi high palsu.
2. Penanggulangan dan Pemberantasan Terukur
Sri Wahyuni mendorong langkah konkret seperti:
- memperkuat deteksi dini di sekolah, kampus, dan lingkungan sosial,
- menjalankan program “Sekolah dan Desa Bebas Narkoba”,
- memutus jaringan peredaran gelap, termasuk melalui dark web dan jalur pelabuhan,
- menindak tegas oknum aparat yang melindungi bandar narkoba.
“Pemberantasan di hilir harus kuat, sementara pencegahan di hulu harus sistematis,” tegasnya.
3. Rehabilitasi dan Pemulihan tanpa Stigma
Menurut Sri Wahyuni, banyak pengguna narkoba sebenarnya adalah korban yang membutuhkan pertolongan, bukan hukuman.
“Fasilitas rehabilitasi harus diperluas dan mudah diakses tanpa stigma. Mantan pengguna perlu diberi ruang kembali ke masyarakat melalui pelatihan kerja dan dukungan psikologis,” paparnya.
Seruan Gerakan Nasional ‘Indonesia Bersih Narkoba 2045’
Sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim, Sri Wahyuni menegaskan komitmennya untuk terus mendorong langkah strategis dan kolaboratif dalam pemberantasan narkoba.
“Lima puluh jiwa yang hilang hari ini berarti lima puluh impian yang padam, lima puluh keluarga yang hancur. Jika kita gagal hari ini, besok bangsa ini kehilangan masa depannya,” ujarnya penuh kepedulian.
Ia menyerukan kolaborasi menyeluruh lintas elemen—pemerintah, aparat hukum, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat.
“Narkoba adalah musuh bersama. Tidak ada tempat bagi narkoba di bumi Nusantara. Generasi muda adalah garis depan—dan kita wajib melindungi mereka,” tutupnya.
Menurut dia, Indonesia Bersih Narkoba 2045 bukan sekadar slogan, melainkan komitmen moral dan politik nasional untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
Komentar